Cium Tangan Orang Tua Dan Ustadz

 
 

Khusus dalam masalah bersalaman sambil menciium tangan, banyak hadits-hadts atsar yang mengungkapkan bagai­mana para sahabat dulu besalaman Dan bercium tangan. Salah satu sumbernya adala hadits Dan atsar di bawah ini:

 

عَنْ يَحْيَى بِنْ اَلْحَارِثِ اَلذَّمَارِى قَالَ: لَقِيْتُ وَائِلَةَ بْنِ اْلأَسْقَعِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فَقُلْتُ: بَايَعْتَ بَعْدَ هَذِه رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَقَالَ: نَعَمْ. فَقُلْتُ: اَعْطِنِى يَدَكَ أَقَبَلُهَا. فأَعْطَانِيْهَا فَقَبَّلْتُهَا. قَالَ اَلْهَيْثَمِى (ج 8 ص 42) وَفيه عبدالملك القارى ولم أعرفه. وبقيه رجاله ثقات

 

 

Artinya: Dari cerita Yahya bin Al Kharits Al Damari: "Saya bertemu Wailah bin al Asqa r.a. Dan aku bertanya: 'Apkah anda baru saja berbaiat dengan Rasulullah saw? 'benar!', kalau begitu ulurkan tanganmu aku akan men­cium. Maka Wailah memberika tangannya Dan aku ciumi." Menurut Keterangan al Haitsami (Juz 8 hal 42) Dan Abdul Malik al Qori Dan orang lain yang tidak aku kenal, menetapkan bahwa sanadnya tsiqot (dapat dipercaya).

 

 

2- وَعِنْدَ أبي نَعِيْمٍ فىِ الْحِلْيَةِ (ج 9 ص 306) عَنْ يُوْنُسْ بِنْ مَيْسَرَة قَالَ: دَخَلْنَا عَلَى يَزِيْدٍ بِنِ اْلأَسْوَدِ عَائِدَيْنِ فدخل عَلَيْهِ وَائِلَةَ بِنِ اْلأَسْقَعِ رَضِيَ الله عَنْهُ فَلَمَّا نَظَرَ إِلَيْهِ مَدَّ يَدَهُ فَأَخَذَ يَدَهُ فَمَسَحَ بِهَا وَجْهَهُ وَصَدْرَهُ لِأَنَّهُ بَايَعَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ لَهُ: يَازَيْدَ، كَيْفَ ظَنَّكَ بِرَبِّكَ؟ فَقَالَ: حَسَنٌ. فَقَالَ: فَأَبْشِرُ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: اِنَّ اللهَ تَعَالَى يَقُوْلُ "أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى" إِنَّ خَيْرًا فَخَيْرٌ وَإِنَّ شَرًّا فَشَرٌّ

 

 

Menurut versi Abi Na'iim dalam Kitab Al Khilah (Juz 9 hal 306) menyebutkan;

Yunus bin Maisaroh bercerita: 'Aku memasuki rumah Yazid bin al Aswad tiba-tiba datang Wailah bin al Asqo' r.a. Ketika melihat Ada Wailah Ra, Yazid mengulurkkan tangan Dan menjabat tangan al Aswad Ra kemudian mengusap wajahnya menggunakan tangan al Aswad Ra setelah itu tangan al Aswad diletakkan di dadanya karena alasan bahwa al Aswad telah berjumpa Rasulullah saw. Kemudian al Aswad Ra bertanya kepada Yazid: 'Bagaimana perasaan kepada Tuhanmu?', 'Baik!', 'Aku beritahu bahwa aku telah mendengar Rasul saw telah medapat wahyu : 'Ana 'inda dzonni 'abdi bii' (artinya: Aku (Allah) tergantung perasaan hamba kepadaKU). Jika memiliki sangkaan baik kepada Allah, maka demikian Allah berprasangka kepada hambaNya, begitu pula sebaliknya.

 

3- وَاَخْرَجَ الْبُخَارِيْ فِى اْلأَدَبِ الْمُفْرَدِ ص 144 عَنْ عَبْدِ

الرَّحْمنِ ابْنِ رَزِيْنٍ قَالَ: مَرَرْنَا بِالرُّبَذَةِ فَقِيْلَ لَنَا: هَهُنَا سَلَمَةَ بْنِ اْلأَكْوَعِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ، فَأَتَيْنَا فَسَلَّمْنَا عَلَيْهِ فَأَخْرَجَ يَدَيْهِ فَقَالَ: بَايَعْتَ بِهَاتَيْنِ نَبِىَّ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَخْرَجَ لَهُ كَفًّا لَهُ ضَخْمَةً كَأَ نَّهَا كَفَّ بَعِيْرٍ. فَقُمْنَا إِلَيْهَا فَقَبَّلْنَاهَا. وَأَخْرَجَ اِبْنُ سَعْدٍ (ج 4 ص 29) عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ زَيْدٍ اْلعِرَاقِى نَحْوُهُ.

 

 

Imam Bukhori menulis hadits dalam bab Adabul Mufrod (pedoman tingkahlaku pribadi) halaman 144. Imam Abdurahman bin Razin berkata: "Aku berjalan bersama Rubadzah tiba-tiba dia berkata padaku: 'Hei bukankah itu Salmah bin Al Akwa' Ra, dengan segera kami berdua mendatangi beliau Dan beruluk salam. Lalu Rubadzah menjulurkan tangannya sambil bertanya pada Salmah Ra : 'Bukankah Anda telah berbaiat kepada Rasulullah saw dengan tanganmu? Maka Rubadzah mengeluarkan tangan­nya. Kemudian kami berdua berdiri menyambut tangannya Dan kami menciumnya. Riwa­­yat seperti ini juga telah dikeluarkan oleh And. Rohman bin Zaid Al 'Iraqi menurut takhrij dari Ibn Sa'id Juz 4 hal 29.

 

 

4- وَاَخْرَجَ الْبُخَارِيْ اَيْضًا فِى اْلأَدَبِ ص 144 عَنْ اِبْنِ جَدْعَانِ قَالَ ثاَبِتٌ ِلأَنَسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ: أَمْسَسْتَ النَّبِىَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِكَ؟ قَالَ: نَعَمْ فَقَبَّلَهَا. وَأَخْرَجَ الْبُخَارِى أَيْضًا فِى اْلأَدَبِ ص 144 عَنْ صَهِيْبٍ قَالَ: رَأَيْتُ عَلِيًّا رَضِيَ الله عَنْهُ يُقَبِّلُ يَدَ الْعَبَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَرِجْلَيْهِ.

 

Masih menurut Al Bukhori dalam bab Adab halaman 144 menuturkan bahwa Ibnu Jud'an bertanya kepada Sahabat Anas Ra : 'Apakah Anda telah menyentuh tangan Rasulullah saw? Kemudian dijawab: 'benar!' lalu Ibnu Jud'an men­ciumnya. Masih dalam halaman yang sama, Imam Bukhori meriwayatkan bahwa Shohib berkata: 'Saya melihat Imam Ali Ra mencium tangan Dan kedua kaki Sahabat Abbas Ra.


5- عَنْ ثَابِتِ قَالَ: كُنْتُ إِذًا أَتَيْتُ أَنَسًا يُخَبِّرُ بِمَكَانِى فَأَدْخَلَ عَلَيْهِ وَآخَذَ يَدَيْهِ وَأَقْبَلَهُمَا وَأَقُوْلُ: بِأَبِىْ هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ الَّلتَيْنِ مَسَّتَا رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَقْبَلَ عَيْنَيْهِ وَأَقُوْلُ: بِأَبِىْ هَاتَيْنِ (اَلْعَيْنَيْنِ) اللَّتَيْنِ رَأَتَا رَسُوْلَ اللهِ.

 

Tsabit berkata: Suatu ketika aku mendatangi Anas ketika berkunjung ke tempatku maka saat dia masuk langsung aku ambil tangannya Dan aku ciumi kedua tangannya aku berkata: 'Karena kedua tangan ini telah bersalaman dengan Rasulullah. Kemudian aku mencium kedua matanya Dan aku berkata: 'Karena kedua Mata anda telah memandang Mata Rasul maka saya mencium kedua Mata Anda."

 

Kesimpulan:

  • Mencium tangan ketika bersalaman kepada orang yang bersambung kepada Rasulullah saw adalah seperti kebiasaan para sahabat Dan tabi'in zaman dahulu. Bahkan Sohabat Ali kw pernah mencium kedua tangan Dan kaki Shohabat Ibnu Abbas Ra.
  • Alasan bercium tangan mereka adalah karena orang yang tangannya dicium tersebut meyakini telah bertemu Dan bersambung kepada Rasul.
  • Untuk zaman sekarang, jika Kita bersalaman sambil mencium jangan hawatir karena guru/ulama Kita itu telah bersalaman dengan guru sebelumnya Dan guru sebelumnya itu terus menerus bersambung kepada Rasulullah saw.
  • Mau salaman atau tidak, bukan sebuah perintah. Namun lebih kepada adab atau tatakrama.  Karena para ulama adalah warotsatul anbiya (pewaris nabi), maka selayaknya mereka dihormati. Dengan cara bagaimana para sahabat telah memberikan atsar yang baik. 
  • Wallahu A'lam bimuroodih, mohon dikoreksi terjemahan.

\




n Sun, 5/3/09, (BAZ) <bazoki@cbn.net.id> wrote:
From: (BAZ) <bazoki@cbn.net.id>
Subject: [Tauziyah] Cium Tangan Orang Tua dan Ustadz
To: Tauziyah@yahoogroups.com
Date: Sunday, May 3, 2009, 6:11 PM

Cium Tangan Orang Tua dan Ustadz, Adakah Dianjurkan?
Assalamu'alaykum Wr. Wb.

Bismillah. Saya terbiasa dari kecil selalu mencium tangan kedua orang
tua saat berjumpa, baik ketika keluar rumah maupun kembali ke rumah.
Nah, yang ingin saya tanyakan adalah: Bagaimana Islam menyikapi cium
tangan tersebut? Jika saya lakukan kepada guru saya atau ustadz saya,
dan tentunya guru atau ustadz saya itu adalah laki-laki. Apakah ada
hadist yang menganjurkan atau melarang? Demikian pertanyaan saya ustadz.
Sebelumnnya jazakumullah khair.

Wassalamu'alaykum Wr. Wb.

Tito Prabowo



Jawaban

Assalamu `alaikum Warahmatullahi wabarakatuh,

Cium tangan kepada orang tua atau orang yang kita hormati tidak kami
dapatkan perintahnya secara khusus dalam bab-bab fiqih maupun akhlaq
yang bersifat tasyri`. Sehingga bila dilihat sharih perintahnya,
bukanlah sesuatu yang bersifat wajib, sunnah atau hukum yang lainnya.

Bentuk mencium tangan atau memeluk/berangkulan adalah merupakan `urf/
kebiasaan yang berlaku di dalam suatu budaya atau tata nilai masyarakat
tertentu.

Hukumnya berbeda dengan mushafahah (berjabat tangan) yang memang
mengandung unsur tasyri` (pensyariatan) . Namun meski tidak terkandung
hukum tasyri` secara langsung, bukan berarti harus ditinggalkan atau
dilarang. Karena Islam sendiri mengakui dan bahkan sering mengaitkan
antara `urf dengan syariat. Tentu saja selama `urf itu tidak
bertentangan dengan asas syariat itu sendiri. Sebagai contoh, bila
seorang suami berkata kepada istrinya, "Kembalilah ke rumah orang
tuamu".

Secara syariat, konsekuensinya masih menggantung pada `urf atau
kebiasaan yang berlaku di negeri itu. Apakah ucapan itu secara `urf
diartikan sebagai talaq atau tidak? Bila `urf mengakui itu adalah talaq,
maka jatuhlah talaq. Sebaliknya bila `urf tidak mengakui sebagai talaq,
maka tidak jatuh talaqnya.

Sehingga kita mengenal sebuah kaidah yang berbunyi:"Al- `Aadatu
Muhakkamah". Sebuah adat atau tradisi itu bisa dijadikan dasar hukum.
Tentu saja adat yang tidak bertentangan dengan hukum Islam itu sendiri.

Kaidah ini tidak bisa diterapkan pada masalah memberi sesajen kepada
penghuni makam keramat pada malam jumat kliwon, dengan alasan bahwa itu
adalah adat. Adat seperti itu adalah adat yang batil, kufur, syirik dan
mungkar yang harus dibasmi. Adat yang dimaksud adalah sebuah kebiasaan
yang disepakati bersama oleh masyarakat sebagai suatu konvensi atau
kesepakatan tidak tertulis, namun memiliki kekuatan hukum.

Biasanya adat seperti ini lebih banyak terkait dengan tata nilai, etika,
estetika suatu masyarakat. Sebagai contoh, memegang jenggot orang lain
buat adat kita di Melayu termasuk tidak sopan. Tetapi di Timur Tengah
orang yang dipegang-pegang jenggotnya merasa bangga dan terhormat.

Di Indonesia, jangan sekali-kali kita memegang kepala/ubun- ubun orang
lain, tapi di Timur Tengah justru merupakan perbuatan yang baik. Ini
adalah perbedaan `urf antara dua budaya. Jangan sampai kita salah
menerapkan tata nilai dan sopan santun. Istilah yang kita kenal adalah,
"Masuk kandang kambing mengembik dan masuk kandang kerbau melenguh".

`Urf di negeri kita adalah mencium tangan orang tua dan orang-orang yang
terhormat lainnya seperti kakek, paman, mertua bahkan termasuk kiyai,
ulama dan lainnya.

Bila hal itu kita lakukan sebagai bentuk penghormatan dan
pengejawantahan dari menyesuaikan diri dengan `urf yang dikenal
masyarakat, maka hal itu baik, karena menunjukkan bahwa kita memiliki
tata etika dan sopan santun yang sesuai dengan metode masyarakat. Jadi
mencium tangan orang tua dan seterusnya memang bukan tasyri` secara
langsung, namun mausk dalam bab sopan santun dan akhlaq bergaul dengan
orang tua dan menjalankan `urf yang baik.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.
FREE Animations for your email - by IncrediMail! Click Here!

0 Responses to "Cium Tangan Orang Tua Dan Ustadz"

Posting Komentar

Free Web Hosting with Website Builder